Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia. Pasal 28 F Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin hak setiap orang untuk memperoleh informasi dalam rangka mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Dalam rangka memenuhi hak setiap orang untuk memperoleh informasi, Pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
UU KIP mengatur secara tegas mengenai beberapa hal: pertama, hak dan kewajiban pemohon dan pengguna informasi, serta badan publik. Kedua, kategori informasi yang wajib dibuka, diberikan, dan diumumkan kepada masyarakat. Ketiga, kategori informasi yang dikecualikan untuk dibuka, diberikan, dan diumumkan kepada masyarakat. Keempat, tata cara masyarakat memperoleh informasi. Kelima, tata cara menyelesaikan sengketa informasi antara pemohon informasi dengan badan publik. Keenam, lembaga Komisi Informasi yang bertugas menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan standar layanan informasi, serta menjadi “hakim” dalam sengketa informasi.
Pada tahun 2018, genap satu dasawarsa UU KIP diundangkan. Namun demikian, pemenuhan hak setiap orang untuk memperoleh informasi masih jauh dari memuaskan. Badan publik belum melakukan pengelolaan dan pelayanan informasi secara optimal. Studi yang dilakukan oleh Seknas FITRA dalam Local Budget Index (LBI) tahun 2017 menunjukkan bahwa tingkat keterbukaan informasi masih sangat rendah, dengan rerata daerah di bawah angka 0,60. Rendahnya tingkat keterbukaan informasi ini dinilai dari ketersediaan layanan informasi, publikasi informasi terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pertangggungjawaban anggaran, serta informasi lainnya yang berkenaan dengan pelayanan dasar. Selain itu, studi FITRA RIAU juga menunjukkan bahwa badan publik belum optimal dalam melakukan publikasi informasi secara pro-aktif, khususnya terkait dengan informasi mengenai anggaran, lingkungan hidup, dan sumber daya alam.
Buku ini disusun berdasarkan pemikiran bahwa salah satu upaya untuk memaksimalkan penyelenggaraan pengelolaan dan pelayanan informasi adalah melalui penguatan pemahaman dan keterampilan badan publik, terutama PPID dalam mengecualikan informasi publik melalui uji konsekuensi dan uji kepentingan publik sesuai dengan ketentuan dalam UU KIP. Selain itu, dengan penerapan uji konsekuensi dan uji kepentingan publik yang benar, diharapkan badan publik tidak salah dalam menyusun Daftar Informasi Publik (DIP), sehingga, badan publik mampu menyelenggarakan pelayanan informasi secara cepat, tepat waktu, dan dengan cara yang sederhana, yang pada akhirnya berdampak pada berkurangnya sengketa informasi publik antara badan publik dengan pemohon informasi.
Selengkapnya, buku yang saya tulis bersama teman-teman FITRA Riau tersebut dapat diunduh melalui tautan berikut ini.
Selain itu, untuk memahami secara lebih sederhana, dapat melihat artikel saya sebelumnya yang berjudul, "Seri Panduan PPID: Mengecualikan Informasi Publik."
Comments
Post a Comment