Pada artikel sebelumnya, saya mengulas mengenai alih fungsi lahan pertanian secara umum. Kemudian, pada artikel kali ini, saya ingin membahas mengenai alih fungsi lahan pertanian pasca lahirnya UU No. 11 Tahun 2020 (UU Cika).
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (UU Nomor 22 Tahun 2019)
Terdapat beberapa perubahan dalam UU ini, khususnya yang menyangkut alih fungsi lahan pertanian, yaitu:pertama, alih fungsi lahan pertanian pada dasarnya dilarang di dalam UU Nomor 22 Tahun 2019.[1] Namun demikian, untuk kepentingan umum, alih fungsi lahan diperbolehkan dengan pemenuhan beberapa syarat: dilakukan kajian strategis, menyusun rencana alih fungsi lahan, dilakukan pembebasan hak milik atas tanah dari pemilik tanah, dan disediakan lahan pengganti pertanian.[2] Kemudian, di dalam UU Cika, selain untuk kepentingan umum, Pasal 31 UU Cika mengubah Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2019 dengan menambahkan proyek strategis nasional sebagai alasan dilakukannya alih fungsi lahan pertanian.[3]
Kedua, di dalam Pasal 19 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2019 disebutkan bahwa alih fungsi lahan pertanian, meski untuk kepentingan umum, tidak diperbolehkan jika lahan pertanian telah memiliki jaringan pengairan yang lengkap.[4] Namun demikian di dalam Pasal 31 UU Cika mengubah Pasal 19 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2019, alih fungsi terhadap lahan pertanian yang telah memiliki sistem pengairan yang lengkap tetap diperbolehkan dengan kewajiban menjaga fungsi jaringan pengairan lengkap tersebut.[5] Ketiga, di dalam UU Nomor 22 Tahun 2019 tidak memandatkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah terkait pelaksanaan alih fungsi lahan pertanian, sedangkan di UU Cika, alih fungsi lahan pertanian dimandatkan untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.[6]
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan (UU Nomor 41 Tahun 2009)
Pada prinsipnya, UU Nomor 41 Tahun 2009 juga melarang alih fungsi lahan pertanian, sebagaimana juga diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2019.[7] Pengaturan mengenai alih fungsi lahan pertanian pun hampir sama dengan UU Nomor 22 Tahun 2019, bahwa alih fungsi lahan pertanian dapat dilakukan untuk kepentingan umum dengan memenuhi beberapa syarat yang sudah ditentukan.[8] Perbedaannya adalah terkait dengan alih fungsi lahan untuk pembangunan infrastruktur akibat bencana.[9] Selain itu, UU Nomor 41 Tahun 2009 juga mengatur lebih rinci mengenai mekanisme dan besaran ganti rugi untuk alih fungsi lahan pertanian.[10]
Namun demikian, keberadaan UU Cika merubah beberapa ketentuan, yaitu:[11] (a) selain kepentingan umum, alih fungsi lahan pertanian juga diperbolehkan dalam rangka proyek strategis nasional; dan (b) alih fungsi untuk pelaksanaan proyek strategis nasional tidak diperlukan pemenuhan persyaratan alih fungsi lahan pertanian sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 2009, yaitu: dilakukannya kajian kelayakan strategis, disusunnya rencana alih fungsi lahan, pembebasan hak, dan penyediaan lahan pengganti.
Dengan adanya perubahan pengaturan UU Nomor 22 Tahun 2019 dan UU Nomor 41 Tahun 2009 di dalam UU Cika sebagaimana diuraikan di atas, maka persyaratan alih fungsi lahan pertanian menjadi relatif lebih mudah, bahkan dihilangkan guna melaksanakan proyek strategis nasional. Dengan demikian, peluang alih fungsi lahan pertanian menjadi semakin terbuka lebar. Situasi ini kemudian menyebabkan kekurangan ketersediaan lahan pertanian. Sehingga kedepan, Indonesia juga akan mengalami kesulitan penyediaan stok bahan pangan. Dan, dampak berantai pun akan terjadi, misalnya, ketergantungan impor bahan pangan, kesejahteraan masyarakat dan petani semakin menurun, ketimpangan ekonomi masyarakat Indonesia semakin tinggi. Selain dampak terhadap ketahanan pangan, alih fungsi lahan pertanian juga akan menyebabkan ancaman terhadap lingkungan hidup, mengingat lahan pertanian juga akan berfungsi sebagai mitigasi banjir, konservasi sumber daya air, pencegahan erosi tanah, mencegah kanaikan suhu udara, bahkan dalam tingkatan tertentu, lahan pertanian juga dapat berfungsi sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat perkotaan, mengingat hamparan lahan pertanian bisa menjadi lanskap pemandangan yang unik sekaligus indah.[12]
Artikel dapat diunduh melalui tautan berikut ini.
Catatan Kaki
[1] Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, Pasal 19.
[2] Ibid., Pasal 19 ayat (3).
[3] Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 31 (Pasal 19 ayat (2)).
[4] Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 ..., Pasal 19 ayat (4).
[5] Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 ..., Pasal 19 ayat (4).
[6] Ibid., Pasal 19 ayat (5).
[7] Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan, Pasal 44 ayat (1).
[8] Ibid., Pasal 44 ayat (2) dan ayat (3).
[9] Ibid., Pasal 44 ayat (2) dan ayat (4).
[10] Ibid., Pasal 44-53.
[11] Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 ..., Pasal 124.
[12] Agus, Fahmuddin and Irawan, Agricultural Land Conversion as a Threat to Food Security and Enviornmental Quality, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006, Vol. 25, No. 3, hlm. 114-118.
Comments
Post a Comment