Penelitian ini menganalisis permasalahan hukum yang menyebabkan KPH tidak dapat bekerja secara optimal dalam mengelola hutan secara lestari di wilayahnya.
Beberapa permasalahan hukum yang dianalisis adalah terkait dengan kelembagaan, kewenangan perizinan, pendanaan, dan penyusunan RPHJP.
Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statutory approach) dan analisis retrospektif (ex-post) dengan mengkaji secara normatif dan implementasinya dari berbagai peraturan perundang-undangan di sektor kehutanan yang terkait dengan KPH.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KPH memiliki permasalahan hukum serius dari sisi kelembagaan, kewenangan, pendanaan, dan penyusunan RPHJP.
Dari sisi kelembagaan, KPH berada dalam persimpangan kewenangan empat direktorat jenderal di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dari sisi kewenangan, KPH merupakan ujung tombak pengelolaan hutan di tingkat tapak, tetapi KPH tidak memiliki kewenangan memadai dalam mengelola hutan di wilayahnya.
Kemudian dari sisi pendanaan, KPH dihadapkan dengan minimnya anggaran sekaligus juga tiadanya jaminan pendanaan bagi RPHJP mereka.
Dan terakhir, dari sisi penyusunan RPHJP, KPH mendapatkan tantangan serius pasca diundangkannya UU No. 23/2014, dan adanya tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan, khususnya terkait dengan implementasi Perdirjen Planologi Kehutanan No. P.5/2012.
Selengkapnya dapat dilihat atau diunduh di tautan berikut ini: https://doi.org/10.29303/jbl.v4i1.754
Comments
Post a Comment