Memadukan Ruang Kelola Adat Orang Rimba dengan Hukum Nasional dalam Penataan dan Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas

Menteri Kehutanan dan Perkebunan, melalui Surat Keputusan No. 258/Kpts-II/2000 menunjuk Cagar Biosfer Bukit Duabelas dengan luas 60.500 ha sebagai Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).[1] Kemudian melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 4196/Menhut-VII/KUH/2014, TNBD secara resmi ditetapkan sebagai taman nasional dengan luas 54.780,41 ha.[2] TNBD memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan taman nasional lainnya, karena memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu untuk menjaga kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, juga menjadi ruang hidup dan penghidupan bagi Suku Anak Dalam atau lebih dikenal dengan sebutan Orang Rimba.[3]

Dengan statusnya sebagai taman nasional, TNBD kemudian dikelola melalui sistem zonasi sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. SK. 22/IV-KKBHL/2015.[4] Surat Keputusan tersebut membagi kawasan TNBD menjadi tujuh zona, yaitu: zona inti seluas 8.166,63 ha, zona rimba seluas 795,18 ha, zona tradisional seluas 36.309,20 ha, zona religi seluas 6.473,58 ha, zona pemanfaatan seluas 522,85 ha, zona rehabilitasi seluas 278,64 ha, dan zona khusus seluas 2.234,32 ha.[5] Dari pembagian zonasi ini terlihat bahwa zona tradisional memiliki areal terluas yang diperuntukkan untuk mengakomodasi ruang hidup dan penghidupan Orang Rimba.

Namun demikian, dalam perkembangannya, beberapa kelompok Orang Rimba, terutama kelompok Tumenggung Jelitai menyampaikan keberatannya terhadap sistem zonasi TNBD.[6] Keberatan didasari bahwa zonasi TNBD yang tidak melihat fakta di lapangan berkenaan dengan sebaran kelompok-kelompok Orang Rimba yang hidup di zona-zona TNBD.[7] Berbagai aktivitas subsistensi dan ekspresi kultural Orang Rimba sangat bergantung pada sumber daya alam di sebagian besar zona-zona TNBD. Zona tradisional yang diperuntukkan sebagai ruang hidup dan penghidupan Orang Rimba, secara geografis berada di luar zona rimba, di luar kawasan TNBD,[8] dan dianggap belum mengakomodir sepenuhnya adat-istiadat dan kebutuhan Orang Rimba di wilayah TNBD.[9] Penempatan Orang Rimba dalam zona tradisional ini yang kemudian memicu adanya penolakan dan perlawanan.[10]

Konflik aturan zonasi TNBD dengan Orang Rimba sebenarnya merupakan bentuk perebutan ruang kelola. Bagi Orang Rimba, pengakuan terhadap ruang adat merupakan upaya mereka untuk mempertahankan adat dan budaya Orang Rimba yang dianggap sudah mulai luntur.[11] Di sisi yang lain, BTNBD sebagai institusi negara juga bertanggungjawab untuk memastikan perlindungan kawasan konservasi sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya beserta peraturan-peraturan turunannya.

Artikel ini akan membahas mengenai perbandingan penataan ruang berdasarkan aturan zonasi taman nasional dengan penataan ruang kelola adat Orang Rimba. Setelah dilakukan perbandingan, kemudian diulas mengenai upaya memadupadankan pengaturan ruang kelola adat Orang Rimba dengan pengaturan zonasi TNBD.

Selengkapnya, dapat diunduh melalui tautan berikut ini.



[1] Haidir S.Hut., M.Si. (1), Membangun Agenda Bersama: Memadukan Aturan Adat Orang Rimba dengan Aturan Negara dalam Pengelolaan TN Bukit Dua Belas, Paparan Kepala Balai Taman Nasional Bukit Duabelas, 2018, hal. 3.

[2] Ibid.

[3] Haidir S.Hut., M.Si. (2), Membangun Agenda Bersama: Memadukan Antara Aturan Adat Orang RImba dengan Aturan Taman Nasional dalam Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi: Balai Taman Nasional Bukit Duabelas, 2018.

[4] Ibid., hlm. 1.

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Dodi Rokhdian, Alim Rajo Disembah, Piado Alim Rajo Disanggah: Ragam Bentuk Perlawanan Orang RImba Makekal Hulu Terhadap Kebijakan ZOnasi Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi, Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Pascasarjana Antropologi, 2012. Hal. 8.

[8] Ibid.

[9] “Revisi Zonasi TNBD: Perpaduan Konsep Taman Nasional dan Ruang Adat Orang Rimba,” tersedia pada (https://www.gatra.com/detail/news/417548/gaya%20hidup/revisi-zonasi-tnbd-perpaduan-konsep-taman-nasional-dan-ruang-adat-orang-rimba), diakses pada 5 Januari 2020.

[10] Dodi Rokhdian, op.cit., hal. 8.

[11] Ulasan Singkat Revisi Zona Taman Nasional Bukit Duabelas: Zonasi Sebagai Resolusi Konflik Pemanfaatan Ruang,” bahan Rapat Revisi Zonasi Taman Nasional Bukit Duabelas di Kantor Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bogor: 12 Desember 2018.

Comments