Kebijakan Perikanan Tuna yang Berkelanjutan

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki sumber daya kelautan berlimpah yang tersebar di 3.351 juta km2 wilayah laut dan 2.936 km2 wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan kontinen.[1] Perikanan merupakan salah satu sumber daya kelautan yang persediaannya terhampar luas di perairan Indonesia. Penyebaran penangkapan ikan di Indonesia sendiri mencapai luas sekitar 5,8 juta km2 yang terbagi menjadi 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).[2]

Komoditas utama ekspor perikanan Indonesia adalah tuna, cakalang, dan tongkol. Pada kurun waktu 2005-2011, rata-rata produksi tuna, cakalang, dan tongkol Indonesia mencapai 1.033.211 ton atau 16% dari produksi dunia yang mencapai 6,8-7 juta ton.[3] Kemudian, pada kurun waktu 2012-2017, rata-rata produksi tuna, cakalang, dan tongkol Indonesia mencapai 1.219.606 ton.[4] Angka produksi ini menempatkan Indonesia menjadi salah satu negara kontributor terbesar produksi tuna, cakalang, dan tongkol di dunia bersama 32 negara anggota Indian Ocean Tuna Commission (IOTC).[5] Kemudian, dari sisi ekspor, pada kurun waktu 2012-2017, rata-rata volume ekspor tuna, cakalang, dan tongkol Indonesia mencapai 180.046 ton atau setara USD 669.495.667.[6] Untuk tahun 2018, volume ekspor tuna, cakalang, dan tongkol diperkirakan mencapai 168.434 ton atau setara USD 713.919.000.[7]

Besarnya potensi tuna, cakalang, dan tongkol tersebut tentunya harus dikelola secara berkelanjutan, sehingga dapat memberikan manfaat dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip pengelolaan perikanan tuna, cakalang, dan tongkol dilakukan sesuai dengan Pasal 6 Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang mengatur mengenai prinsip-prinsip umum pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab.[8] Selain itu, harus diingat bahwa, tuna dan spesies seperti tuna merupakan kelompok jenis ikan yang beruaya jauh dan beruaya terbatas di zona ekonomi eksklusif (ZEE) dari satu atau lebih negara dan laut lepas, sehingga pengelolaannya harus dilakukan melalui kerjasama regional dan/atau internasional.[9] Dalam konteks kerjasama regional dan/atau internasional dalam pengelolaan tuna secara berkelanjutan, Pemerintah Indonesia harus melakukannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Stradding Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)) tentang Hukum Laut Tanggal 10 Desember 1982 yang Berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh),[10] atau yang lebih dikenal sebagai United Nation Implementing Agreement/UNIA 1995.

Berdasarkan uraian tersebut, Makalah ini akan menguraikan mengenai: (a) kebijakan perikanan tuna Indonesia; dan (b) bagaimana mengoptimalkan peran berbagai lembaga yang relevan dengan pengelolaan tuna, khususnya Komisi Tuna Indonesia, Komisi Nasional Pengkkajian Stok Ikan Nasional, dan Lembaga Pengelola Perikanan, guna mewujudkan pengelolaan perikanan tuna yang berkelanjutan.

Artikel selengkapnya dapat diunduh disini.


Referensi

[1] Badan Pusat Statitistik, Statistik Sumber Daya Laut dan Ikan 2018: Cantrang dan Kelestarian Sumber Daya Laut, Sub Direktorat Statistik Lingkungan Hidup, Badan Pusat Statistik, Desember: 2018, hlm. V.

[2] Ibid.

[3] Kementerian Kelautan dan Perikanan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 107/KEPMEN-KP/2015 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang, dan Tongkol, LAMPIRAN I, BAB I PENDAHULUAN, A. LATAR BELAKANG.

[4] Hermina Nainggolan, dkk., Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2018, Pusat Data, Statistik, dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, hlm. 37. Data diolah.

[5] Kementerian Kelautan dan Perikanan, op.cit.

[6] Hermina Nainggolan, dkk., op.cit., hlm. 153. Data diolah.

[7] Ibid.

[8] Food and Agriculture Organization of the United Nations, Code of Conduct for Responsible Fisheries, Pasal 6.

[9] Kementerian Kelautan dan Perikanan, op.cit.

[10] Ibid.

Comments

Popular posts from this blog

Upgrade Dell Inspiron 14 3458 Core i3-5005u (Broadwell)

Review Dell Inspiron 14 3458 Core i3-5005u (Broadwell)

Illegal Logging: Sebab, Akibat, dan Penanggulangannya