Tulisan “The Invisible Origin of Legal Language: The Grundnorm” membahas pemikiran Hans Kelsen mengenai norma dasar atau grundnorm. Kelsen merupakan ahli teori hukum Eropa yang paling berwawasan dan produktif. Kelsen berpendapat bahwa yang paling penting dalam hukum di masyarakat adalah apa yang dinyatakan dikemudian hari oleh seorang pejabat atau penegak hukum. Dalam konteks ini, Kelsen lebih melihat pada aspek substansi hukumnya (norma) dibanding pada aspek pembuat hukumnya. Pemikiran ini tentunya berbeda dengan Hobbes, Rousseau, Bentham, dan Austin yang lebih condong kepada pembuat hukumnya, dibanding substansi hukumnya.
Menurut Kelsen, penegak hukum (hakim, polisi, jaksa) merupakan wakil atau penerjemah dari pembuat hukum tentang bagaimana seseorang seharusnya bersikap atau bertindak. Apa yang dinyatakan oleh hakim tentang bagaimana seseorang seharusnya bersikap atau bertindak ini harus dapat ditelusuri secara rasional dan menyeluruh hingga ke titik tertentu, yang bahkan akan melampaui kewenangan pembuat hukum. Titik tertentu ini oleh Kelsen disebut sebagai norma dasar atau grundnorm. Grundnorm ini menurut Kelsen: (1) merupakan sumber dari hukum dan seluruh pernyataan normatif dari pembuat hukum maupun penegak hukum; (2) tidak dapat diperoleh dari pembuat otoritas hukum; dan (3) tidak memiliki referensi lebih lanjut untuk keberadaannya, oleh karenanya grundnorm melampaui struktur rujukan kognitif (doktrin, aturan, dan standa lainnya) yang diwakili oleh penyataan.
Kelsen menyadari bahwa karakter grundnorm bertentangan dengan realitas sosial, karena grundnorm pada dasarnya adalah sesuatu yang ideal yang dipikirkan oleh manusia, bukan merupakan tindakan nyata manusia, meskipun grundnorm disarikan dari keinginan ideal manusia. Dari sini, terlihat kontradiksi mengenai asal-usul grundnorm. Kontradiksi ini bahkan berada di dalam diri grundnorm itu sendiri, bahwa grundnorm mewakili legalisasi dari moral atau otoritas hukum tertinggi, tetapi disaat bersamaan, grundnorm juga menepikan otoritas hukum yang berada di luar otoritas grundnorm itu sendiri.
Karakter grundnorm yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut keberadaannya juga menjadi catatan tersendiri bagi Kelsen. Hal ini berbeda dengan hukum yang difikirkan Hobbes, Rousseau, Bentham, Austin, dan Kant, yang secara jelas menyebutkan asal muasal hukum. Misalnya, hukum menurut Hobbes berasal dari alam, menurut Rousseau hukum berasal dari kehendak umum, menurut Bentham hukum berasal dari keataan masyarakat untuk mematuhi perintah, menurut Austin hukum berasal dari kebiasaan masyarakat, dan menurut Kant hukum berasal dari kehendak murni masyarakat. Grundnorm-nya Kelsen tidak memiliki kejelasan asal-usulnya, yang bahkan tidak bisa dilacak dari pembuat hukumnya. Selain itu, asal-usul grundnorm juga bisa apa saja, sangat luas, bisa terkait dengan hukum maupun non-hukum. Hal ini kemudian yang menjadi catatan atas grundnorm-nya Kelsen. Untuk menjawab hal ini, Kelsen kemudian bersandar pada teori hukum murni, dimana pembuat hukum grundnorm disamakan dengan pembuat hukum absolut dalam teori hukum kodrat.
Catatan terhadap grundnorm-nya Kelsen tidak hanya sebatas itu. Misalnya, grundnorm berasal dari otoritas yang tidak terlihat, karena grundnorm tidak dapat dilacak keberadaanya. Dalam konteks ini, bagaimana memastikan atau menegakkan hukum ini di dalam dinamika sosial kemasyarakatan, apakah masyarakat akan patuh terhadap sesuatu yang asal-usulnya tidak jelas. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan konsep hukum positif, yang mana kepatuhan seseorang terhadap hukum (positif) baru akan dilakukan ketika asal-usul/sumber hukum dan pembuat hukumnya jelas, sebagaimana hukum yang disampaikan oleh Hobbes, Rousseau, Bentham, Austin, dan Kant. Terhadap hal tersebut, Kelsen menyatakan bahwa grundnorm yang berakar dari pernyataan “yang seharusnya” harus dipisahkan dengan dengan konteks sosial. Grundnorm harus dilekatkan dengan dunia ideal, karena melekat frasa “yang seharusnya” di dalam grundnorm, tetapi kemudian untuk melihatnya harus disandingkan dengan rantai norma yang tidak efektif, terutama jika dilihat dari efektifitas keberlakuannya. Jika suatu hukum yang berasal dari grundnorm keberlakuannya efektif, maka tidak perlu mempertanyakan grundnorm-nya.
Comments
Post a Comment