Positive Law in the Analytical Positivism of John Austin

Tulisan “Positive Law in the Analytical Positivism of John Austin” membahas pemikiran John Austin mengenai hukum positif. Austin menempati posisi yang unik dalam sejarah perdebatan hukum positif, yaitu sebagai satu-satunya ahli hukum yang paling sering menggunakan istilah hukum positif. Austin merupakan murid dari Jeremy Bentham, tetapi ketika berbicara mengenai hukum positif, pemikiran Austin cenderung mendekati pemikiran Thomas Hobbes, bahwa hukum positif yang sebenarnya adalah terwujud dalam dinamika praktik di masyarakat. Hukum harus bersumber dan ditetapkan oleh yang berdaulat atau yang berkuasa (sovereign), baik dalam wujud raja atau parlemen. Dengan kata lain, hukum merupakan produk dari kekuasaan (sovereign). Oleh karenanya, Austin juga dikenal sebagai pencetus command theory.

Austin sebenarnya mengakui adanya tiga hukum, yaitu hukum illahi yang berasal dari Tuhan, hukum manusia yang berasal dari atasan yang tidak berdaulat, dan ketiga adalah hukum yang berasal dari atasan yang berdaulat. Namun demikian, bagi Austin, hukum yang dapat dipaksakan adalah hukum positif. Hal ini karena hukum positif tersebut dibuat oleh pembuat hukum (raja, parlemen, atau yang entitas yang berdaulat/berkuasa), meskipun hukum positif dapat diinspirasi dari hukum illahi maupun hukum manusia (adat istiadat, dll). Karena hukum dibuat oleh pembuat hukum, maka hukum merupakan perintah dari pembuat hukum: law is a command of the sovereign atau laws is a command of lawgiver. Dengan demikian, esensi dari hukum positif adalah perintah. Perintah adalah pondasi utama dari hukum. Dan, untuk menopang perintah, Austin mengajukan kewajiban, sehingga kemudian lahir sanksi, bagi siapa pun yang mengabaikan kewajiban tersebut. Perintah dan kewajiban merupakan merupakan dua istilah yang saling terkait satu sama lain, dimana tugas itu berada, maka kewajiban itu akan dikenakan, pun sebaliknya, dimanapun kewajiban ada, disana pasti ada perintah.

Lebih jauh, Austin mengatakan bahwa hukum positif tidak ada kaitannya dengan moralitas. Hukum positif tidak mempermasalahkan mengenai baik atau buruknya substansi hukum tersebut. Hukum positif bisa saja sejalan dengan moralitas, atau bisa saja bertolak belakang dengan moralitas. Hukum positif terkadang bisa bertentangan dengan hukum alam atau hukum Tuhan, dan bisa juga sejalan. Substansi hukum positif bisa saja hanya meliputi lokasi atau komunitas tertentu, atau mungkin dalam skala yang lebih luas. Yang utama dalam pandangan Austin adalah bahwa hukum positif tersebut ditetapkan oleh penguasa atau pembuat hukum, yang memuat tiga elemen penting, yaitu: perintah, kewajiban, dan sanksi.

Comments