Urgensi Penyediaan Informasi Pro-Aktif Terkait Pengadaan Barang dan Jasa dalam Penanganan Covid-19

Sejak ditemukannya kasus pertama pada pada 31 Desember 2019 di Wuhan, Hubei, Cina, virus corona (Covid-19) kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) akhirnya menetapkan Covid-19 sebagai pandemik. Per-18 April 2020, WHO mencatat bahwa Covid-19 sudah menyebar di 213 negara atau teritori, dengan jumlah korban mencapai lebih dari 2 juta kasus positif Covid-19, termasuk jumlah meninggal mencapai 142.299 orang. Di Indonesia sendiri, per-18 April 2020, kasus positif Covid-19 telah mencapai 6.248 kasus dan angka kematian akibat Covid-19 mencapai 535 kasus. Data ini menunjukkan bahwa persentase kematian akibat Covid-19 tergolong tinggi, yaitu 8,56%.

Untuk secara efektif mencegah penyebaran dan menyelamatkan korban positif Covid-19, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang diperlukan, termasuk kebijakan terkait dengan pengadaan barang dan jasa (PBJ). Beberapa kebijakan terkait PBJ antara lain, Inpres No. 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta PBJ dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Inpres ini ditujukan kepada seluruh instansi pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Inpres ini memuat enam instruksi pokok, yaitu: (1) seluruh instansi pemerintah harus mengutamakan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan penanganan Covid-19; (2) mempercepat refocussing kegiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi anggaran dan mengajukan usulan revisinya kepada Menteri Keuangan; (3) mempercepat pelaksanaan PBJ untuk mempercepat penanganan Covid-19; (4) melakukan PBJ dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 dengan melibatkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); (5) melakukan PBJ alat kesehatan dan alat kedokteran untuk penanganan Covid-19; dan (6) instruksi spesifik kepada beberapa instansi pemerintah, seperti: Menteri Keuangan dalam rangka fasilitasi proses revisi anggaran; Menteri Dalam Negeri dalam rangka percepatan penggunaan APBD untuk penanganan Covid-19; Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam rangka percepatan penyiapan dan pembangunan infrastruktur penanganan Covid-19; Menteri Kesehatan dalam rangka percepatan pemberian registrasi alat kesehatan dan alat kedokteran untuk penanganan Covid-19; Kepala BPKP dalam rangka melakukan pendampingan dan pengawasan keuangan untuk penanganan Covid-19; dan Kepala LKPP dalam rangka pendampingan pelaksanaan PBJ dalam penanganan Covid-19.

Inpres tersebut kemudian ditindaklanjuti LKPP dengan menerbitkan beberapa kebijakan, antara lain: Surat Edaran No. 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan PBJ dalam Rangka Penanganan Covid-19 (SE LKPP No. 3/2020) dan Keputusan Kepala LKPP No. 105 Tahun 2020 tentang Tim Pendampingan PBJ dalam Percepatan Penanganan Covid-19 (Keputusan Kepala LKPP No. 105/2020). SE LKPP No. 3/2020 memberikan panduan pelaksanaan PBJ dalam rangka penanganan Covid-19. Secara lengkap, panduan pelaksanaan PBJ tersebut sebagai berikut:

  1. Pimpinan instansi pemerintah di tingkatpusat dan daerah mengambil langkah-langkah lebih lanjut dalam ranga percepatan PBJ untuk penanganan Covid-19.

  2. Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran menetapkan kebutuhan barang/jasa dalam rangka penanganan Covid-19 dan memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan PBJ.

  3. PPK melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: (a) menunjuk Penyedia yang antara lain pernah menyediakan barang/jasa sejenis di instansi pemerintah atau sebagai Penyedia dalam Katalog Elektronik. Penunjukkan Penyedia dapat dilakukan meskipun harga perkiraannya belum dapat ditentukan; (b) untuk pengadaan barang: menerbitkan Surat Pesanan yang disetujui oleh Penyedia; meminta Penyedia menyiapkan bukti kewajaran harga barang; dan melakukan pembayaran berdasarkan barang yang diterima ataupun melakukan pembayaran uang muka; (c) untuk pengadaan pekerjaan konstruksi/jasa lainnya/jasa konsultansi: menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dan Surat Perintah Mulai Kerja; meminta Penyedia menyiapkan bukti kewajaran harga; menandatangani kontrak dengan Penyedia berdasarkan Berita Acara Perhitungan Bersama dan Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan; dan melakukan pembayaran SPBBJ, baik dengan uang muka atau setelah pekerjaan selesai; (d) untuk PBJ lainnya dan pekerjaan konstruksi, diutamakan menggunakan jenis Kontrak Harga Satuan.

  4. PBJ untuk penanganan Covid-19 dapat dilaksanakan dengan swakelola.

  5. Untuk memastikan kewajaran harga setelah pembayaran, PPK memintaaudit oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau BPKP.

  6. Semua pihak yang terlibat dalam PBJ wajib mematuhi etika pengadaan dengan tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, atau berupa apa saja dari atau kepada siapa pun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan PBJ ini.

Kemudian, Keputusan Kepala LKPP No. 105/2020 yang berisi mengenai tiga hal, yaitu: (1) penetapan mengenai Tim Pendampingan PBJ dalam rangka percepatan penangan Covid-19; (2) tugas dan tanggung jawab Tim Pendampingan PBJ, antara lain: melakukan pendampingan PBJ dalam penanganan Covid-19, melakukan koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait mengenai PBJ dalam penanganan Covid-19, dan melaporkan hasil kegiatan pendampingan kepada Kepala LKPP; dan (3) pembiayaan bagi pelaksanaan tugas Tim Pendampingan PBJ yang dialokasikan dari DIPA LKPP.

Abai Transparansi dan Akutabilitas

Jika dicermati, tiga kebijakan “payung” terkait dengan PBJ di masa darurat kesehatan akibat Covid-19 tersebut tidak mengatur mengenai aspek transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan PBJ. Pun demikian ketika ditarik ke kebijakan yang lebih umum, yaitu Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang PBJ Pemerintah dan Peraturan LKPP No. 13 Tahun 2018 tentang PBJ dalam Penanganan Keadaan Darurat, Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, dan Surat Edaran Komisi Informasi Pusat No. 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Publik dalam Masa Darurat Kesehatan Masyarakat Akibat Covid-19.

Keempat beleid di atas juga tidak mengatur mengenai aspek transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan PBJ. Padahal, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan PBJ sangat diperlukan dalam situasi darurat kesehatan akibat Covid-19 ini. Terlebih lagi, jika mengingat pemerintah yang menyiapkan komitmen fiskal senilai Rp. 405,1 triliun untuk percepatan penanganan Covid-19, dengan rincian Rp. 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp. 110 triliun untuk perlindungan sosial, 70,1 triliun untuk insentif pajak dan stimulus kredit usaha rakyat, dan Rp. 150 triliun untuk pemulihan ekonomi.

Masyarakat harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi mengenai PBJ yang dilakukan pemerintah, sehingga dapat terus memastikan bahwa PBJ pemerintah dilaksanakan secara akuntabel. Penyediaan informasi PBJ secara pro-aktif dan periodik/reguler akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Kemudian, di saat yang bersamaan, penyediaan informasi tersebut juga akan memastikan para jurnalis dan pihak yang berkepentingan lainnya dapat dengan mudah memperoleh data dan informasi untuk membuat analisisnya sendiri.

Informasi Pengadaan Barang dan Jasa yang Harus Dipublikasikan Secara Pro-Aktif

Untuk itu, catatan ini ingin memberikan informasi praktis kepada pemerintah, masyarakat sipil, jurnalis, dan berbagai pihak berkepentingan lainnya mengenai jenis-jenis informasi dalam kaitannya dengan PBJ yang harus dipublikasikan secara pro-aktif oleh seluruh instansi pemerintah yang melakukan PBJ, antara lain:

  1. Rencana umum PBJ dan perubahan yang dilakukan dalam rangka percepatan penanganan Covid-19;

  2. Kebijakan yang mengatur mengenai pelaksanaan PBJ, khususnya prosedur pelaksanaan PBJ dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Kebijakan ini mencakup kebijakan umum PBJ maupun kebijakan PBJ yang lebih teknis di masing-masing instansi pemerintah ditingkat pusat dan daerah;

  3. Panduan pengadaan bagi Penyedia atau peserta PBJ yang ingin berpartisipasi dalam melakukan pengadaan dalam rangka pemenuhan berbagai kebutuhan (barang/jasa) percepatan penanganan Covid-19;

  4. Informasi mengenai komunikasi pra-tender dengan calon Penyedia, terutama untuk pengadaan yang mendesak yang harus dilakukan melalui penunjukkan langsung);

  5. Kontrak PBJ antara instansi pemerintah dengan Penyedia, beserta dengan lampiran, dan amandemennya;

  6. Informasi mengenai proses pelaksanaan kontrak PBJ;

  7. Laporan berkala (tiga bulanan) mengenai pelaksanaan PBJ, hasilnya, dan proses pelaksanaannya;

  8. Daftar PBJ dalam format terbuka yang menunjukkan pengadaan, Penyedia, objek pengadaan, sumber pengadaan, sumber pembiayaan, harga barang/jasa, dan rincian pembayaran serta buktinya;

  9. Daftar barang/jasa atau pekerjaan lainnya yang dapat diadakan/dibeli melalui skema penunjukkan langsung atau swakelola;

  10. Informasi mengenai langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah terjadinya penyelewengan pelaksanaan PBJ;

  11. Informasi mengenai aset negara yang untuk sementara waktu digunakan untuk percepatan penanganan Covid-19;

  12. Setiap perubahan terhadap anggaran instansi pemerintah akibat Covid-19 atau ditujukan untuk mendukung percepatan penanganan Covid-19;

  13. Informasi mengenai pelaksanaan anggaran darurat yang disetujui untuk mendukung percepatan penanganan Covid-19;

  14. Jumlah total gaji, insentif, dan bonus yang dikeluarkan untuk pejabat pemerintah dan staf-nya, termasuk juga pengurangan terhadap remunerasi yang diakibatkan oleh Covid-19;

  15. Biaya-biaya operasional selama Covid-19, antara lain: biaya bahan bakar, biaya layanan teknis/pendampingan, biaya kunjungan kerja, biaya telekomunikasi, dll;

  16. Informasi mengenai bantuan masyarakat yang diterima oleh negara, yang mencakup informasi mengenai jumlah bantuan, pengeluaran, dan tujuan penggunaannya;

  17. Informasi mengenai bantuan internasional yang diterima oleh negara, yang mencakup informasi mengenai jumlah bantuan, pengeluaran, dan tujuan penggunaannya.

Selain informasi-informasi di atas, pemerintah juga perlu menginformasikan mengenai perjanjian-perjanjian pelaksanaan proyek atau pekerjaan pemerintah yang terdampak akibat Covid-19 ini, termasuk dampak, baik terhadap pelaksanaan proyek maupun pelaksanaan kewajiban keuangan pemerintah kepada pihak lain, manakala pelaksanaan proyek atau pekerjaan tersebut harus dihentikan karena keadaan memaksa/kahar/force majeur.

Jakarta, 18 April 2020.

Comments