Rencana Tata Ruang atau Rencana Tata Uang?

Salah satu faktor penting, walau bukan yang utama, banjir yang melanda DKI Jakarta adalah ketidaktaatan pada rencana tata ruang. Rencana tata ruang wilayah cenderung diarahkan kepada kebijakan pro-bisnis atau “rencana tata uang.” Pembangunan kota lebih mengarah kepada kebutuhan ekonomi.

Pembangunan cenderung melupakan tata lingkungan. Bahkan seringkali menganggap remeh penyediaan sumur resapan dan pengolahan limbah dalam pembangunan perumahan, pertokoan, dan perkantoran. Hal ini berarti pelaksanaan pembangunan memandang analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) sebagai persyaratan semu untuk memperlancar proses perizinan. Persyaratan amdal diabaikan begitu saja oleh masyarakat.

Oleh karena itu, revisi kebijakan tata ruang DKI Jakarta harus diperbaiki. Arah pembangunan ekonomi yang telah terdapat dalam kebijakan tata ruang harus dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam rencana tata ruang tersebut. Pembuat kebijakan harus tegas dalam menerapkan peraturan mengenai pembangunan dan pengembangan wilayah yang sesuai dengan amdal.

Bagaimanapun, pembangunan dan pengembangan wilayah yang tidak konsisten dengan rencana tata ruang akan membawa pada kondisi kota yang tidak produktif. Karena infrastruktur hancur, produktifitas terhenti, distribusi barang dan jasa macet, dan diperparah dengan kondisi meningkatnya kemiskinan.

Menjadi tugas segenap Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk mengembangkan dan melaksanakan secara tegas rencana tata ruang yang memperhatikan amdal atau semata ekonomi. Silakan pilih!

Disarikan dari: Ongkos Ekonomi yang Mesti Dibayar: Hasil terhadap RUTR yang Hanya Propasar (Kompas 12 Februari 2007).

Juni 2008

Comments